Sabtu, 24 Desember 2016

FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKA


KESAN PEMBELAJARAN MATA KULIAH FILSAFAT DAN SEJARAH MATEMATIKA SELAMA 4 PERTEMUAN
JURNAL
Dibuat untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Filsafat dan Sejarah Matematika





Oleh,
Lilis Ratna Sari
162151063
2016A


PENDIDIKAN MATEMATIKA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2016




Jurnal 1
Filsafat dan Sejarah Matematika, mendengar namanya saja saya sudah berpikir tentang keharusan untuk mempelajari filsafat dan sejarah dari semua materi yang berhubungan dengan matematika. Wow !! Saya pikir mata kuliah ini bukanlah mata kuliah biasa. Filsafat dan Sejarah Matematika sepertinya akan menjadi salah satu mata kuliah dengan tingkat kesulitan yang cukup tinggi. Dari kata Filsafat dan Sejarah, saya mulai menerka-nerka tentang apa saja yang akan saya pelajari nanti dan bagaimana cara saya belajar nanti agar mengerti dengan mata kuliah ini.
Pertemuan pertama pun dimulai. Hari itu adalah Rabu, 24 Agustus 2016. Kaget. Kesan pertama yang saya rasakan ketika melihat segerombolan bapak-bapak memasuki ruangan siang itu. Bagaimana tidak ? 3 orang bapak-bapak tiba-tiba muncul dan memperkenalkan dirinya masing-masing. Ooh ternyata, mereka adalah pak Dedi Nurjamil, pak Dedi Muhtadi dan pak Eko Yulianto. Mereka bertiga mengaku sebagai kolega yang akan membimbing kami, para MABA dalam mata kuliah Filsafat dan Sejarah Matematika juga mata kuliah Teori Bilangan selama satu semester kedepan.
Awalnya saya sempat bingung, bagaimana mungkin kami belajar dengan 3 dosen sekaligus ? Namun pada akhirnya saya mengerti, pak Dedi Nurjamil-lah dosen inti di kedua mata kuliah tersebut. Sedangkan pak Dedi Muhtadi dan Pak Eko hanya membantu dengan niat tulus untuk membimbing kami. Pertemuan pertama diisi dengan perkenalan umum dan suguhan pembuka yang luar biasa dari pak Eko. Saya masih ingat bagaimana cara dia memukau para MABA di kelas itu dengan jawaban 13 nya untuk soal 28 : 7. Saya yang hanya duduk diam kala itu tidak banyak berkomentar. Padahal, otak saya diam-diam mencerna dan menyanggah pemikiran “sesat” pak Eko saat itu.
Tapi inilah kelemahan saya. Saya masih kesulitan untuk tampil memberanikan diri menyampaikan pendapat atau pun gagasan yang saya miliki. Hingga akhirnya, gagasan itu dilontarkan dengan mulusnya oleh pak Dedi Nurjamil. Beliau menyanggah jawaban pak Eko menggunakan cara yang sama dengan apa yang ada di pikiran saya. Saya masih jelas mengingatnya, saat pak Eko mengatakan “jadi, 28 dibagi 4 itu hasilnya 13. Lho, apanya yang salah ? Coba, salah saya dimana ? Perlu saya buktikan ? Tinggal kita tambah-tambahkan saja”, katanya.
Kemudian dengan cepat beliau menulis pembuktian sesatnya itu di papan tulis, dengan menjejerkan angka 13 lalu menjumlahkannya. Dan benar saja, caranya menghitung membuktikan bahwa penjumlahan 13 sebanyak 7 kali itu adalah 28. Namun tiba-tiba, dengan sigapnya pak Dedi Nurjamil menyelipkan operasi tambah (+) diantara angka 1 dan 3. Maka jadilah, angka 13 itu menjadi 4. Yang artinya kembali kepada jalan yang benar dimana 4 dikali 7 adalah 28. Hal itulah yang ingin saya ungkapkan. Ketika ada angka 1 dan 3 yang berdampingan menjadi 13, maka ketika ditengahnya diselipkan operasi tambah (+), seketika 13 menjadi 4.
Menarik, bagaimana cara pak Eko memaparkan teori sesatnya siang itu. Namun yang tak kalah menarik pada pertemuan pertama di kelas Filsafat dan Sejarah Matematika adalah sebuah kutipan yang disampaikan oleh pak Dedi Muhtadi. Beliau menyampaikan beberapa kalimat yang benar-benar menempel diingatan saya hingga detik ini. Kalimat itu ialah “Hidup ini adalah masalah. Tetapi jangan dijadikan masalah ataupun dipermasalahkan. Lakukan saja apa yang bisa kamu lakukan. Itu pun jika kamu mau melakukannya, dst”, mendengar kalimat itu saya langsung berpikir untuk melakukan segala sesuatu sesuai kemampuan saya.
Tidak perlu memaksakan asal mau mencoba. Itu, dalam pikiran saya sebelum pak Dedi Muhtadi menambahkan kalimat “Namun, dalam mengikuti mata kuliah ini, mau tidak mau kalian harus melakukan sesuatu yang mungkin tidak ingin kalian lakukan”. Dan saat mendengar kalimat itu, seketika pikiran saya buyar. Jleeb ! Hati saya seakan dikhianati oleh kalimat itu. Kalimat itu artinya apa ? Artinya, tetap saja hidup ini adalah masalah yang harus dihadapi dengan melakukan apapun untuk memecahkan masalahnya. Kita tidak bisa begitu saja hanya melakukan apa yang bisa kita lakukan pun jika kita mau melakukannya. Tidak bisa. Dalam hidup ini kita selalu dituntut untuk melakukan apapun agar masalah yang kita hadapi dapat terselesaikan.
Itulah yang saya dapat di pertemuan pertama. Pertemuan kedua, 31 Agustus 2016. Pak Dedi Muhtadi datang sendiri hari itu. Jujur saja saya merasa lebih nyaman. Karena sebenarnya dibimbing oleh banyak dosen untuk satu mata kuliah itu menurut saya terlalu berlebihan. Saya menjadi tidak fokus dan bingung harus mendengarkan kata-kata siapa. Siang itu pak Dedi Muhtadi datang dengan laptopnya dan memaparkan beberapa materi pengantar tentang Filsafat dan Sejarah Matematika. Beliau menerangkan dengan cirinya yang khas menggunakan 2 kata “kan gitu?” tentang apa itu filsafat. Beliau juga menyampaikan bahwa selama pembelajaran Filsafat dan Sejarah Matematika ini, kami harus memiliki sebuah karya berupa makalah yang disusun secara berkelompok.
Makalah tersebut berisi tentang filsafat dan sejarah dari salah satu materi yang berhubungan dengan matematika. Untuk pemilihan judul, pak Dedi Muhtadi memberikan kebebasan kepada kami asalkan materi tersebut dapat benar-benar kami kuasai. Sangat mudah dan sederhana pada awalnya, kami hanya perlu menyusun sebuah makalah tentang satu materi yang kami sukai dan isi makalah tersebut hanya perlu memenuhi aspek ontologi, epitemologi dan aksiologi dari materinya. Namun, seiring berjalannya waktu, ternyata tugas ini tidak begitu saja dapat diselesaikan.
Tanpa terasa kita sudah sampai di pertemuan ketiga. Rabu, 7 September 2016. Jujur saja tidak ada kesan mendalam pada pertemuan kali ini. Pak Dedi Muhtadi hanya kembali mengingatkan kami untuk segera melakukan bimbingan mengenai materi apa yang akan kami pelajari hingga pada waktunya nanti, kami dapat mempresentasikan hasil makalah kami dengan baik. Seperti biasa pak Dedi Muhtadi menyampaikan kalimat-kalimat motivasi siang itu. Dan saya menyadari bahwa kelompok saya masih belum melakukan bimbingan tentang tugas makalah tersebut. Tidak terasa 100 menit berlalu, pak dedi Muhtadi pun menutup pertemuan ketiga siang itu.
Dan tibalah kami di pertemuan keempat. Rabu, 14 September 2016. Pak Dedi Muhtadi memberikan tugas untuk membuat sebuah jurnal harian yang berisi argumen,catatan, dan harapan mengenai pembelajaran Filsafat dan Sejarah Matematika sesuai dengan apa yang kami rasakan. Pak Dedi Muhtadi tidak masuk hari itu dan pak Dedi Nurjamil datang menggantikannya. Jujur, inilah saat yang saya tunggu-tunggu. Mendengar dosen inti langsung yang menyampaikan materi. Siang itu semangat belajar saya sangat tinggi ketika pak Dedi Nurjamil menjelaskan mengenai sejarah bilangan dari bangsa Yunani, Mesir dan Babilonia. Pusing. Itulah yang saya rasakan melihat bentuk-bentuk bilangan yang tak biasa digunakan. Tapi apa boleh buat ? Semenjak masuk di perkuliahan ini, saya memang dituntut untuk mengerti dan membiasakan diri dengan hal-hal yang tidak biasa.
Pertemuan keempat pun berakhir. Dan tugas jurnal dari pak Dedi Muhtadi tidak disinggung sama sekali. Kami sempat berpikir bahwa tugas ini tidak perlu dikerjakan karena kelas Filsafat dan Sejarah Matematika minggu ke 4 diisi oleh pak Dedi Nurjamil. Namun anggapan itu terbantahkan pada pertemuan kelima. Hari itu, Rabu 21 September 2016. Pak Dedi Muhtadi kembali masuk dan membahas soal pengerjaan makalah. Saya benar-benar menyadari bahwa sudah terlalu banyak waktu yang terbuang sia-sia. Kurang dari sebulan lagi menjelang UTS dan jujur saja kelompok saya masih belum memiliki judul yang pasti.
Seiring berjalannya waktu, 100 menit pun berlalu. Dan tanpa diduga, diujung pertemuan kelima pak Dedi Muhtadi tiba-tiba menanyakan tentang tugas jurnal ini kepada kami. Beliau dengan ringan berkata “minggu depan dikumpulkan, siap ya ?”, serentak kami menjawab “SIAP !!”. Siap. Kami harus siap dengan apapun yang harus kami lakukan demi memenuhi semua tugas dalam perkuliahan ini. Jujur saja awalnya saya sangat bingung bagaimana cara membuat jurnal untuk memenuhi tugas ini. Namun setelah saya coba, ternyata tidak sesulit yang saya bayangkan. Yang saya lakukan hanya bercerita tentang pengalaman belajar dikelas Filsafat dan Sejarah Matematika selama 5 pertemuan.
Dan alhamdulillah, jurnal pertama saya sudah hampir selesai. Sesuai dengan tugasnya, jurnal ini harus berisi argumen, catatan dan harapan saya mengenai pembelajaran Filsafat dan Sejarah Matematika. Diatas sudah saya paparkan argumen dan sedikit catatan ilmu yang saya dapat dalam mata kuliah ini. Adapun harapan saya untuk kedepannya, semoga dengan adanya mata kuliah Filsafat dan Sejarah Matematika ini saya dapat lebih memaknai arti setiap materi yang akan saya ajarkan nanti pada anak didik saya. Agar saya mengajar tidak hanya sekedar mengajarkan. Tetapi juga membantu peserta didik untuk memahami tentang apa yang sedang mereka pelajari.
Saya tau ini tidak akan mudah, karena tentu diperlukan waktu yang lama untuk memahami sesuatu hal secara mendalam. Namun seiring berjalannya waktu, dengan bantuan dari para dosen hebat yang membimbing saya, saya yakin suatu hari dapat mencapai pemahaman tersebut. Mungkin hanya ini yang bisa saya tuangkan dalam jurnal pertama saya. Saya menyadari bahwa jurnal ini sangat berantakan dan tidak bernilai tinggi. Tapi pak, ketahuilah. Saya mengerjakan jurnal pertama saya dengan sungguh-sungguh dan berusaha merangkai kata dengan sebaik mungkin. Adapun untuk setiap kesalahan dalam jurnal ini saya harap bapak dapat memaklumi. Semoga bapak tidak menyesal telah membaca jurnal saya. Terimakasih pak, kita bertemu di jurnal selanjutnya (semoga tidak). Hehe

Tidak ada komentar:

Posting Komentar